Abdullah b. Rawaha
Setelah Ja'far tewas bendera diambil oleh Abdullah ibn Rawaha. Dia maju dengan kudanya membawa bendera itu. Sementara itu terpikir olehnya akan turun saja. Ia nmasih agak ragu-ragu. Kemudian katanya:

O diriku, bersumpah aku
Akan turun engkau, akan turun
Atau masih terpaksa juga
Jika orang sudah berperang dan genderang sudah berkumandang
Kenapa kulihat kau masih membenci surga?

Kemudian diambilnya pedangnya dan dia maju terus bertempur sampai akhirnya dia pun tewas juga.

Mereka itulah Zaid, Ja'far dan Ibn Rawaha. Mereka bertiga telah mati syahid di jalan Allah, dalam satu peristiwa. Tetapi setelah berita ini diketahui oleh Nabi, ia sangat terharu sekali, terutama terhadap Zaid dan Ja'far. Lalu katanya : Mereka telah diangkat kepadaku di surga - seperti mimpi orang yang sedang tidur - diatas ranjang emas. Lalu saya lihat ranjang Abdullah b. Rawaha agak miring daripada ranjang kedua temannya itu. Lalu ditanya: Kenapa begitu? Dijawabnya: Yang dua orang terus maju, tapi Abdullah agak ragu-ragu. Kemudian terus maju juga.

Orang sudah melihat teladan dan nasehat yang baik ini! Tidak lain ini artinya, bahwa seorang mukmin tidak boleh ragu-ragu atau takut mati di jalan Allah. Bahkan sebaliknya, setiap ia menghadapi sesuatu persoalan ia harus yakin bahwa itu untuk Tuhan dan tanah-air, ia harus menggenggam hidupnya di tangan, siap dilemparkan ke muka siapa saja yang akan merintanginya dari jalan itu. Salah satu: dia menang dan berhasil mencapai kebenaran Tuhan dan tanah-air, seperti yang sudah menjadi keyakinannya, atau ia gugur sebagai syahid. Ini adalah suatu teladan yang hidup bagi angkatan kemudian, dan suatu kenangan abadi buat jiwa besar yang bisa mengerti, bahwa harga hidup itu ialah hidup yang dikurbankan untuk tujuan cita-citanya; bahwa mempertahankan hidup dalam hina seperti menyia-nyiakan hidup. Orang semacam itu tidak perlu lagi nanti dikenang dalam hidup kita. Ada orang yang menerjunkan diri ke dalam bahaya bila terasa hidupnya terancam demikian rupa sehingga ia pun menjadi kurban tujuan yang tidak berharga. Begitu juga ia berarti mengorbankan diri jika ia masih mempertahankan hidupnya padahal oleh Tuhan Yang Maha Kuasa ia diminta supaya hidupnya dilemparkan ke muka kebatilan, supaya dapat menghancurkan kebatilan itu. Tetapi ia lalu bersembunyi di balik tabir, ia sudah takut menghadapi maut, suatu perasaan takut yang sebenarnya lebih celaka daripada maut.

Jadi kalau sikap ragu-ragu yang hanya sedikit saja tampak pada Ibn Rawaha, padahal sesudah itu, dengan keberanian yang luarbiasa ia pun bertempur lagi sampai mati sebagai syahid masih ditempatkan tidak sama dengan Zaid dan Ja'far yang menyerbu barisan maut dengan gembira menghadapi mati sebagai syahid, apalagi buat orang yang lalu berbalik surut hanya karena mengharapkan kedudukan atau harta atau sesuatu tujuan duniawi lainnya ! Kalau begitu tidak lebih dia hanyalah serangga yang hina saja, meskipun kedudukannya di muka orang banyak sudah tinggi dan hartanya sudah melampaui harta karun. Benarlah jiwa manusia itu baru merasa gembira apabila ia sudah dapat berkurban untuk sesuatu yang diyakininya bahwa itu benar, sampai akhirnya ia pun gugur untuk.membela kebenaran itu, atau kebenaran itu dapat menguasai hidupnya!

Ibn Rawaha tewas setelah sebentar ragu-ragu lalu tampil lagi dengan keberanian yang luarbiasa. Sekali ini bendera diambil oleh Thabit b. Arqam [Banu 'Ajlan], yang kemudian berkata:
"Saudara-saudara kaum Muslimin. Mari kita mencalonkan salah seorang dari kita."

Mereka segera menjawab: "Engkau sajalah."

"Tidak, saya tidak akan mampu,"

0 Comments:

Post a Comment



Next Prev home

SEJARAH NABI MUHAMMAD Related Posts