Kebun anggur ditebang dan dibakar
Sesudah itu, kiranya apa pula yang harus mereka lakukan? Lama sekali Muhammad memikirkan hal ini. Tetapi bukankah ia sudah dapat mengalahkan dan mengosongkan Banu Nadzir dari perkampungannya dengan jalan membakar kebun kurma mereka? Sekarang kebun anggur Ta'if jauh lebih berharga daripada kebun kurma Banu Nadzir Apalagi anggur ini sangat terkenal sekali di seluruh tanah Arab yang membuat Ta'if bangga sebagai tempat yang paling subur di seluruh jazirah, dan sebagai wahah, Ta'if seolah surga di tengah-tengah padang sahara.

Perintah Muhammad oleh kaum Muslimin sudah akan dilaksanakan. Mereka akan menebangi dan membakari tanaman-tanaman anggur itu - yang sampai sekarang masih tetap terkenal seperti dulu juga. Melihat hal ini orang-orang Thafiq yakin sekali bahwa Muhammad memang bersungguh-sungguh. Mereka mengutus orang kepadanya supaya kebun itu diambil saja kalau mau, kalau tidak supaya dibiarkan mengingat pertalian keluarga antara dia dengan mereka yang masih berkerabat itu. Muhammad segera menangguhkan hal itu, dan kemudian ia berseru kepada kalangan Thaqif, bahwa barangsiapa dari penduduk Ta'if yang bersedia datang kepadanya, orang itu akan dimerdekakan. Hampir sebanyak duapuluh orang dari mereka lalu melarikan diri dan datang kepadanya. Dari mereka inilah kemudian diketahui, bahwa dalam benteng-benteng itu terdapat persediaan makanan yang cukup untuk waktu lama. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa pengepungan ini akan meminta waktu yang panjang, sedang pasukannya sudah mau pulang akan membagi-bagikan barang rampasan perang yang sudah mereka peroleh. Kalau diminta supaya mereka tetap tinggal juga, mungkin mereka akan kehilangan kesabaran. Disamping itu bulan suci pun sudah dekat pula dan perang tidak diperkenankan.

Oleh karena itu ia lebih senang pengepungan itu dibubarkan saja sesudah satu bulan berjalan. Ketika itu bulan Zulhijah, bulan muda sudah keluar. Dengan pasukannya itu ia kembali hendak melakukan umrah, dan diingatkannya pula, bahwa ia sudah bersiap hendak ke Ta'if bila bulan suci sudah lalu.

Muhammad dan kaum Muslimin yang lain sekarang berangkat meninggalkan Ta'if menuju Ji'rana, tempat barang rampasan dan tawanan perang itu ditinggalkan. Di tempat ini mereka berhenti mengadakan pembagian. Seperlima di antaranya oleh Rasul dipisahkan buat dirinya dan yang selebihnya dibaginya kepada para sahabat. Tetapi tatkala mereka di Ji'rana ini, tiba-tiba datang utusan dari pihak Hawazin yang sudah masuk Islam. Mereka ini mengharapkan, supaya harta mereka, wanita dan anak-anak dikembalikan kepada mereka karena sudah sekian lama mereka berpisah, dan sudah sekian lama pula mereka mengalami kepahitan hidup. Utusan itu datang menemui Muhammad. Salah seorang dari mereka berkata: "Rasulullah, di tempat-tempat berpagar,5 orang-orang tawanan itu terdapat juga bibi-bibimu dari pihak ayah dan pihak ibu, ibu-ibu yang dulu pernah memeliharamu. Jika sekiranya kami yang menyusui Harith b. Abi Syimr atau Nu'man bin'l-Mundhir, kemudian ia datang melihat keadaan kami seperti yang kaualami sekarang ini, tentu kami manfaatkan dan kami mintai belas-kasihannya. Konon pula engkau, yang sudah mendapat pemeliharaan yang terbaik."

Mereka tidak salah dalam mengingatkan Muhammad akan adanya hubungan dan pertalian keluarga itu. Dari kalangan tawanan perang itu terdapat seorang wanita yang sudah berusia lanjut mendapat perlakuan keras dari tentara Muslimin. Wanita itu berkata kepada mereka: "Kamu tahu, bahwa aku masih saudara susuan dengan kawanmu itu."

Karena mereka tidak percaya, oleh mereka ia dibawa kepada Muhammad, yang ternyata segera mengenalnya, bahwa wanita itu Syaima' bint'l-Harith ibn 'Abd'l-Uzza. Dimintanya ia kedekatnya dan dihamparkannya mantelnya supaya ia duduk. Ia dipersilakan memilih - kalau senang tinggal, boleh tinggal dan kalau ingin pulang akan diantarkan kepada kabilahnya. Tetapi ternyata wanita itu ingin pulang juga kepada masyarakatnya sendiri.

Meningkat hubungan Muhammad dengan mereka yang datang menyerahkan diri dari Hawazin itu demikian rupa, sudah wajar sekali apabila ia bersikap penuh kasih sayang kepada mereka dan memenuhi pula permintaan mereka. Sejak dahulu memang demikian inilah sifatnya, kepada siapa saja yang pernah mengulurkan tangan kepadanya. Tahu berterima kasih dan mengingat budi orang sudah menjadi bawaan dan sifatnya.

Setelah mendengar kata-kata mereka itu ia bertanya: "Anak-anak dan isteri-isteri kamu ataukah harta kamu yang lebih kamu sukai?"

"Rasulullah," jawab mereka, "kami disuruh memilih antara harta dengan sanak keluarga kami? Mengembalikan isteri-isteri dan anak-anak kami tentu itulah yang kami sukai."

Lalu kata Nabi 'a.s.; "Apa yang ada padaku dan pada Banu 'Abd'l-Muttalib, itu akan kuserahkan kembali kepadamu. Bilamana nanti sudah selesai aku memimpin orang salat lohor hendaklah kamu berdiri dan katakan: 'Kami meminta bantuan Rasulullah kepada kaum Muslimin dan meminta bantuan kaum Muslimin kepada Rasulullah mengenai anak-anak kami dan wanita-wanita kami.' Maka ketika itu akan kuserahkan kepadamu, dan akan kumintakan buat kamu."

Setelah apa yang diucapkan Nabi itu dilaksanakan oleh Hawazin, ia berkata lagi: "Apa yang ada padaku dan pada Banu 'Abd'l-Muttalib, itu akan kuserahkan kembali kepadamu."

Ketika itu juga kaum Muhajirin berkata: "Apa yang ada pada kami, itu kami serahkan kepada Rasulullah."

Dan ini juga yang dikatakan oleh kaum Anshar.

Tetapi Aqra' ibn Habis atas nama Tamim dan 'Uyaina b. Hishn menolak, demikian juga Abbas b. Mirdas atas nama Banu Sulaim. Akan tetapi Banu Sulaim sendiri tidak mengakui penolakan Abbas itu. Dalam hal ini Nabi berkata: "Barangsiapa mau mempertahankan haknya atas tawanan itu, maka untuk setiap orang ia akan mendapat ganti enam bagian dari tawanan yang mula-mula didapat."

0 Comments:

Post a Comment



Next Prev home

SEJARAH NABI MUHAMMAD Related Posts