Adapun Khubaib waktu itu dalam penjara, yang kemudian dibawa keluar untuk disalib. Tapi ia berkata kepada mereka:
"Dapatkah kamu membiarkan aku sekadar melakukan salat dua raka'at?"
Permintaan demikian itu dikabulkan. Iapun sembahyang dua raka'at dengan baik dan sempurna. Kemudian ia menghadap mereka lagi:
"Kalau tidak karena kamu akan menyangka saya sengaja memperlambat karena takut dibunuh, niscaya saya masih akan sembahyang lebih banyak lagi."
Setelah ia dinaikkan dan diikat di atas tonggak kayu, dipandangnya mereka itu dengan mata sayu seraya katanya: "
Ya Allah, hitungkan bilangan mereka itu, binasakan mereka dalam keadaan cerai-berai dan jangan dibiarkan seorangpun dari mereka itu."
Mendengar suara yang keras itu mereka gemetar, mereka merebahkan diri takut terkena kutukannya. Sesudah itu ia pun dibunuh. Seperti Zaid yang telah gugur sebagai syahid, Khubaib juga kemudian gugur pula sebagai syahid untuk agama dan untuk Nabi. Dua ruh yang suci itu pun kini melayang pula. Padahal, sebenarnya mereka akan dapat menyelamatkan diri dari pembunuhan itu kalau saja mereka mau jadi murtad meninggalkan agamanya. Tetapi demi keyakinan mereka kepada Tuhan, kepada keluhuran rohani dan hari kemudian - tatkala setiap jiwa hanya akan mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya dan tak ada orang yang akan memikul beban orang lain - mereka melihat maut itu - sebagai tujuan hidup - adalah tujuan yang paling baik dalam hidupnya demi akidah, demi iman dan demi kebenaran. Mereka pun yakin bahwa darah mereka, yang kini ditumpahkan di atas bumi Mekah, akan memanggil saudara-saudaranya kaum Muslimin supaya memasuki kota itu sebagai pihak yang menang, yang akan menghancurkan berhala-berhala, akan membersihkan segala noda paganisma dan kehidupan syirik. Dan kesucian Ka'bah sebagai Baitullah akan dikembalikan juga sebagaimana mestinya, bersih dari segala sebutan nama-nama selain asma Allah.
"Dapatkah kamu membiarkan aku sekadar melakukan salat dua raka'at?"
Permintaan demikian itu dikabulkan. Iapun sembahyang dua raka'at dengan baik dan sempurna. Kemudian ia menghadap mereka lagi:
"Kalau tidak karena kamu akan menyangka saya sengaja memperlambat karena takut dibunuh, niscaya saya masih akan sembahyang lebih banyak lagi."
Setelah ia dinaikkan dan diikat di atas tonggak kayu, dipandangnya mereka itu dengan mata sayu seraya katanya: "
Ya Allah, hitungkan bilangan mereka itu, binasakan mereka dalam keadaan cerai-berai dan jangan dibiarkan seorangpun dari mereka itu."
Mendengar suara yang keras itu mereka gemetar, mereka merebahkan diri takut terkena kutukannya. Sesudah itu ia pun dibunuh. Seperti Zaid yang telah gugur sebagai syahid, Khubaib juga kemudian gugur pula sebagai syahid untuk agama dan untuk Nabi. Dua ruh yang suci itu pun kini melayang pula. Padahal, sebenarnya mereka akan dapat menyelamatkan diri dari pembunuhan itu kalau saja mereka mau jadi murtad meninggalkan agamanya. Tetapi demi keyakinan mereka kepada Tuhan, kepada keluhuran rohani dan hari kemudian - tatkala setiap jiwa hanya akan mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya dan tak ada orang yang akan memikul beban orang lain - mereka melihat maut itu - sebagai tujuan hidup - adalah tujuan yang paling baik dalam hidupnya demi akidah, demi iman dan demi kebenaran. Mereka pun yakin bahwa darah mereka, yang kini ditumpahkan di atas bumi Mekah, akan memanggil saudara-saudaranya kaum Muslimin supaya memasuki kota itu sebagai pihak yang menang, yang akan menghancurkan berhala-berhala, akan membersihkan segala noda paganisma dan kehidupan syirik. Dan kesucian Ka'bah sebagai Baitullah akan dikembalikan juga sebagaimana mestinya, bersih dari segala sebutan nama-nama selain asma Allah.
Labels: BAB 16 SEJARAH NABI MUHAMMAD